Kamis, 17 November 2011

Kesalahan Tata Ruang di Sekitar Rel Kereta Api


1.    KONDISI PEMUKIMAN WARGA DI PINGGIRAN REL KERETA API

Daerah Pinggiran Rel Jl. Salak.
Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Pusat Pasar, Kecamatan Medan Kota, Kotamadya Medan, Sumatera Utara. Persisnya fokus di daerah pinggiran rel Jl. Salak, Pusat Pasar, Medan. Secara geografis terletak di tengah jantung perekonomian Kota Medan.

                          
                            Gambar 1. Lokasi Pemukiman Kumuh di Pinggiran Rel Jl. Salak,
                                             Kelurahan Pusat Pasar

Kawasan yang didirikan secara mandiri oleh komunitas masyarakat Jl. Salak ini, memanjang sejauh 1 Km, dimana rumah-rumah papan, kardus dan beberapa rumah permanent didirikan secara mandiri di kiri dan di kanan rel kereta api oleh komunitas yang terpinggirkan dari sistem administrasi kota. Dari hasil observasi, Jl. Salak membentang dari Jl. Sutomo ke Jl. Thamrin, untuk lebih jelaasnya batas-batas wilayah lokasi penelitian adalah sebagai berikut:
·         Sebelah Utara, berbatasan dengan jalan salak.
·         Sebelah Timur, berbatasan dengan Jl. Thamrin
·         Sebelah Barat, berbatasan dengan Jl. Sutomo
·         Sebelah Selatan, berbatasan dengan Jl. Asia

Pusat Pasar, Pajak Sambu, Pusat Perbelanjaan (Medan Mall, Thamrin Plaza, dll) sangat mudah dicapai oleh komunitas yang umumnya bekerja di sector informal di kawasan tersebut. Areal tanah yang ditempati oleh para pekerja anak tersebut persis berada di bantaran rel kereta api, disisi kanan dan sisi kirinya. Disepanjang rel kereta api tersebut, tersebar batu kerikil tajam dan besar bertujuan menyangga “bantalan”rel kereta api.
Dari segi Administratif, daerah pinggiran rel Jl. Salak termasuk dalam wilayah lingkungan VII – Kelurahan Pusat Pasar, Kecamatan Medan kota. Dari hasil observasi dan monografi Kecamatan Medan Kota, letak kawasan daerah pinggiran rel ini sangatlah strategis, berbagai fasilitas umum sangat mudah di capai hanya dengan berjalan kaki dari kawasan daerah pinggiran rel ini. Untuk ke Pusat Pasar, Pajak Sambu, Pusat Perbelanjaan (Medan Mall, Thamrin Plaza, dll) sangat mudah dicapai oleh komunitas yang umumnya bekerja di sector informal di kawasan tersebut. Areal tanah yang ditempati oleh para pekerja anak tersebut persis berada di bantaran rel kereta api, disisi kanan dan sisi kirinya. Disepanjang rel kereta api tersebut, tersebar batu kerikil tajam dan besar bertujuan menyangga “bantalan”rel kereta api.
Bila dilihat dari segi historis, lahan yang ditempati oleh masyarakat Jl. Salak adalah lahan milik PJKA (Perusahaan Jawatan Kereta Api). Lahan ini sesungguhnya adalah jalur hijau yang seharusnya tidak boleh dibangun dengan bangunan penduduk. Namun dari hasil penelitian oleh fahmi Hidayat ditemukan bahwa komunitas Jl. Salak tersebut setidaknya dirintis sejak tahun 1960-an. Saat itu, penduduk yang pertama sekali merintis dan membersihkan sebidang tanah kosong di kawasan pinggiran rel yang masih berupa alang-alang tersebut adalah Bapak Pardede. Namun saat ini, beliau sudah tidak lagi berada di kawasan tersebut. Lahan ini adalah lintasan rel kereta api Tanjung Balai-Medan.
Pada waktu itu, tempat tersebut dipergunakan para penjahat dan peampok sebagai tempat persembunyian atau pelarian setelah melakukan aksinya. Baru pada tahun 1965, polisi merazia dan menangkapi gelandangna maupun pemulung yang tinggal di lokasi tersebut. Situasi tersebut bertepatan juga dengan pembersihan dan penangkapan yang terlibat pemberontakan G 30S PKI. Orang-orang yang lolos dari penangkapan maupun yang keluar dari dari pemeriksaan, kembali beralih menenpati kawasan rel kereta api tersebut.
Pada mulanya gelandangan yang tinggal di daerah pinggiran rel kereta api tersebut hanya berjumlah 8 orang. Mereka keseluruhan adalah laki-laki. Pekerjaan mereka adalah mencuri dan mencopet. Biasanya yang dicuri adalah tape mobil atau merampok uang dari orang yang hendak berbelanja di pagi hari. Umumnya, barang curian tersebut mereka jual kepada penadah beretnis Cina. Selanjutnya gelandangan dan pemulung yang tinggal di pinggiran rel kereta api tersebut semakin banyak. Bahkan gelandangan dan pemulung yang tinggal di bantaran rel tersebut semakin banyak. Bahkan gelandangan lain yang semula bermukim di kolong jembatan dan pinggiran sungai, juga mulai pindah kelokasi tersebut. Saat yang sama, migrasi penduduk desa yang tidak memiliki sanak saudara di Medan, juga mulai membangun gubuk di pinggiran rel tersebut untuk tempat berteduh sementara.

  1. Kependudukan
Dari hasil bantuan pendataan yang dibantu oleh masyarakat di pemukiman tersebut, di laporkan bahwa di kawasan pinggiran rel Jl. Salak tersebut terdapat sebanyak 125 KK yang tinggal menetap di Jl. Salak tersebut. Jumlah penduduk yang tinggal di daerah pinggiran rel Jl. Salak tersebut berkisar 250 jiwa yang terdiri dari orang dewasa, pemuda, remaja, serta anak-anak baik laki-laki maupun perempuan. Jumlah ini tentunya sangat besar dan seharusnya diberi perhatian lebih oleh pemerintah sebagai warga masyarakat kota yang terpinggirkan. Meskipun masuk dalam Kelurahan, tetapi pemerintah setempat tidak mengakui masyarakat di pinggiran rel Jl. Salak ini sebagai warganya dan semua masyarakat yang ada di Jl. Salak ini tidak memiliki KTP dan Kartu Keluarga dari Kantor Lurah Jalan Salak, kalaupun punya maka yang mereka miliki adalah KTP dan Kartu Keluarga dari daerah lain atau tempat mereka tinggal sebelum di Jl. Salak.


3.    Perumahan Penduduk
Perumahan penduduk di Jl. Salak umumnya saling berdekatan dan berhimpitan, sehingga rumah yang satu dengan yang lainnya tidak memiliki pembatas dan banyak setiap rumah yang belum memiliki jendela samping atau belakang diakibatkan rumah-rumah di bangun terlalu rapat. Rumah di Jl. Salak ini dapat dibagi kedalam tiga bagian yaitu: rumah permanen, semi permanen, non permanen. Tiga bangian rumah penduduk akan dijelaskan di bawah ini :
a.     Rumah permanen
Rumah permanen umumnya di pemukiman ini masih bisa dihitung sebab yang punya dan menempati rumah permanen ini juga adalah orang-orang yang sudah lama tinggal di pemukiman ini dan mempunyai pekerjaan yang penghasilan yang baik. Rumah jenis ini sudah ada yang mempunyai kamar mandi sendiri tetapi ada juga yang tidak mempunyai kamar mandi sendiri. Lantai rumah sudah ada terbuat dari keramik juga ada yang dari semen tidak lagi dari tanah yang dikeringkan, sedangkan jendela sudah dari kaca nako dan jeruji besi.


           
               Gambar 2: Bentuk rumah permanen di Jl. Salak






b.    Rumah semi permanen
3 x 4 meter, 5 x 4. Rumah ini jenisnya berbentuk setengah batu, berdindingkan papan dan berlantaikan semen dan atap rumah terbuat dari seng dan rumah sudah ada yang di cat maupun belum dicat dimana ada rumah yang sudah memiliki lantai keramik maupun menggunakan semen biasa sebagai lantai rumah mereka. Di ruangan ini semuanya terletak, baik yang tidak memiliki ruang kamar maupun yang memiliki ruang kamar yang seadanya. Rumah ini dimanfaatkan juga sebagai kedai baik jualan nasi maupun jualan jajanan, rokok, keperluan untuk mandi dan mencuci. Ada juga yang menjadikan pekarangan rumahnya di jadikan tempat untuk meletakkan hasil kumpulan barang bekas yang telah dicari.


Gambar 3: Bentuk Rumah Semi Permanen di Jl. Salak

c.    Rumah non permanen
Kebanyakan rumah di pemukiman Jl.Salak ini adalah non pemanen. Rumah yang dimaksud disini adalah rumah yang memiliki tata ruang dan bentuknya sangat memprihatinkan dimana mereka bisa tinggal dirumah yang sepantasnya tidak layak untuk dihuni sebab rumahnya sudah hampir tumbang dan udara kurang masuk kedalam rumah.

Rata-rata ukuran tiap rumah non permanen ini terdiri dari 2 x 3 meter persegi dimana sebagian bangunan rumah itu terbuat dari triplek bekas dan papan yang mereka dapatkan dari tetangga yang pekerjaannya pemulung dan hasil dari memulung mereka di kawasan sambu. Beratapkan seng bekas maupun terpal serta berlantaikan semen atau tanah yang dikeraskan. Diruangan 2 x 3 meter ini segalanya dimanfaatkan baik itu dari ruang tamu, ruang kamar maupun ruang keluarga juga ruang dapur. Di ruangan inilah mereka meletakkan seluruh barang yang dimilikinya baik dari barang elektronik seperti TV, VCD, Tape Recorder, Kipas dan peralatan dapur mereka.

              
           Gambar 4 : Kondisi Keadaan Rumah Non Permanen di Jl. Salak

  1. Sarana dan Prasarana
Pemukiman daerah pinggiran rel kerata api ini sangat kontras bila dilihat dengan pemukiman lain disekitarnya. Baik dari kelengkapan sarana dan fasilitas, maupun penataan pemukiman yang tergolong kumuh. Sarana dan prasarana di lokasi ini juga berdampak dari ekonomi mereka yang masih rendah dan masih hidup serba kekurangan. Ini dapat kita lihat dari kebanyakannya perumahan penduduk yang non permanen yang sudah tidak layak huni dan terjangkau dalam lingkungan yang sehat, aman.
Sistem penyediaan prasarana dan sarana dalam skala lingkungan harus dikendalikan secara keseluruhan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan hunian yang layak dan terjangkau serta peningkatan kualitas pemukiman.
Adapun sarana dan prasarana di pemukiman Jl. Salak ini adalah pendidikan, ibadah, jamban umum, sumur umur, tempat air minum dan listrik.
Sarana Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu jalan dalam meningkatkan kedudukan dan martabat seseorang. Kelangsungan pendidikan haruslah ditunjang dengan sarana dan prasarana yang memadai. Di pemukiman Jl. Salak ini memiliki TK yang bernama TK Dian Bersinar Foundation, sehingga anak-anak Jl. Salak ini yang masih berumur 3 - 6 tahun di sekolahkan di TK ini setelah itu anak-anak kebayakan melanjutkan ke Sekolah Dasar Negeri 060801 Thamrin.

                
                Gambar 5: Sekolah tempat anak-anak di pemukiman.

5.    Sarana Ibadah
Berdasarkan agama yang terdapat di pinggiran rel kereta api ini dapat diketahui bahwa masyarakat beragama Islam dan Kristen seimbang jumlahnya, dengan 4 Suku Bangsa yaitu Batak Toba, Batak Mandailing, Jawa dan Padang. Jumlah bangunan mushola ada 1 buah dan jumlah bangunan gereja juga ada 1 buah dengan kondisi gereja yang sangat sederhana dimana apabila kita melihatnya bukan seperti gereja, tapi karena setiap minggu selalu ada kebaktian dan setiap hari rabu dan jumat warga mengadakan kebaktian dimulai jam setengah 5. Gereja ini sering dijadikan anak-anak sebagai tempat bermain dan warga untuk tempat beristirahat jikalau tidak berlangsung acara kebaktian. Para perangkat acara yang melayani di gereja di pemukiman ini datangnya dari luar lokasi pemukiman yaitu memang masih sekitar kota dan gereja yang ada di Medan.
6.    Sarana Air Minum Umum
Air merupakan komuditi yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Pentingnya air bagi kehidupan manusia dapat dilihat dari hampir seluruh aktifitas kehidupan manusia memerlukan air, terutama untuk memasak maupun untuk air minum sehingga manusia perlu menggunakan air sebaik mungkin. Kebersihan air yang akan di komsumsi sangat perlu dijaga sebab apabila air yang akan dikomsumsi tidak bersih bisa menimbulkan penyakit.
Tempat air minum umumnya di Jl. Salak itu hanya 1 buah jumlahnya yang berupa fasilitas air PAM yang kadang-kadang sering mati sehingga warga mengalami kesulitan dalam mendapatkan air bersih. Bagi anak-anak di Jl. Salak hal yang sudah biasa apabila meminum air PAM itu secara langsung tanpa dimasak.

                    
Gambar 6: Air PAM yang di satu-satunya di pakai warga secara bergantian

Cara warga mengambil air PAM ini adalah secara bergantian dimana siapa yang duluan datang maka dia yang pertama kali mengisi tempat air yang mau diisi. Biasanya warga membawa jeregen minyak yang besar untuk tempat stok air mereka karena takut tiba-tiba mati air dan karena capek jika bolak-balik harus mengambil air sebab lokasi tempat air PAM ini di depan sekali sudah hampir dekat pasar.

7.    Sarana Listrik
Pada dasarnya setiap manusia ingin mencari kepuasan dalam hidupnya termasuk didalam memanfaatkan listrik. Saat ini setiap waktu orang membutuhkan listrik, tidak terlepas pada malam hari, saja tetapi juga pagi hari, siang hari dan sore hari. Hal ini disebabkan listrik mempunyai multi fungsi, tidak terbatas untuk penerangan tetapi juga untuk penerangan tetapi juga untuk hal-hal yang bersifat praktis. Dengan demikian pada prinsipnya penduduk membutuhkan pelayanan listrik yang benar-benar memuasakan.
Kehadiran PLN jelas sangat memberikan arti bagi kehidupan masyarakat tapi, sayangnya PLN tidak memberikan fasilitas ke pemukiman ini maka masyarakat di Jl. Salak ini juga tidak mau hidup di kegelapan atau hidup menggunakan semprong atau lilin. Umumnya listrik langsung ditarik dari tiang kerumah-rumah mereka. Meskipun ini membahayakan karena dapat menyebabkan kebakaran serta kerungian yang besar pada pemerintah, namun PLN tampaknya juga tutup mata terhadap situasi ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar